... .. . Resensi Buku Islam

Situs ini memuat informasi tentang buku buku Islam. Resensi dan ringkasan buku buku Islam yang insya Allah bermanfaat buat para pembaca.

Wednesday, April 24, 2024

Senarai Ketentuan Puasa Ramadhan bagi Musafir





1. Musafir artinya orang yang melakukan safar, yaitu perjalanan keluar daerah tempat tinggalnya.
 
2. Kriteria safar adalah safar yang disyariatkan padanya qashar shalat.

3. Batasan safar dikembalikan kepada adat kebiasaan kaum muslimin yang menganggap perjalanan itu sebagai safar atau bukan.

4. Seseorang yang melakukan safar di bulan Ramadhan mendapat rukshah (keringanan) untuk tidak berpuasa, tetapi wajib atasnya untuk menggantinya dengan melakukan qadha puasa di luar Ramadhan pada hari-hari yang ditinggalkan. Para ulama ijma' (sepakat) mengenai hal ini.
 
5. Jika seseorang melakukan safar dengan niat menghindar dari kewajiban puasa, maka hukumnya tidak boleh karena termasuk merekayasa untuk menghindar dari kewajiban.

6. Keringanan untuk qashar dalam shalat dan berbuka puasa tidak membedakan antara safar dengan kendaraan tradisional seperti unta dan keledai atau kendaraan mesin seperti mobil termasuk yang berkecepatan tinggi seperti pesawat terbang.

7. Hukum musafir yang berpuasa di hari-hari safarnya, lalu ketika di siang hari dalam rangkaian safarnya ia berkeinginan membatalkan puasa yang telah diniatkannya. Hukumnya boleh ia membatalkan puasanya berdasarkan pendapat jumhur (mayoritas) ulama.

8. Hukum seseorang yang di suatu hari berpuasa dalam keadaan bermaksud melakukan safar hari itu juga, apakah boleh baginya berbuka hari itu?
Hukumnya boleh. Inilah pendapat yang dipilih oleh Ibnul Qayyim, asy-Syaukani, al-Albani, Muqbil al-Wadi'i, dan al-Utsaimin.

Namun kapan ia bisa berbuka?
Pendapat yang terkuat, disyariatkan ia untuk berbuka di tempat tinggalnya jika ia telah bertekad bulat untuk melakukan safar dengan melakukan persiapan matang untuk safarnya. Hal ini selaras dengan maksud diberlakukannya keringanan berbuka bagi musafir untuk meringankan kondisinya dalam safar.

9. Beberapa keadaan musafir terkait dengan hukum berpuasa dan berbuka.
Para musafir memiliki beberapa keadaan yang masing-masingnya memiliki hukum tersendiri.

A. Keadaan pertama: Berpuasa atau berbuka sama saja bagi musafir itu.
Hal ini jika musafir memiliki fisik yang sehat dan kuat, atau mendapatkan kemudahan dalam safar sehingga tidak merasakan penatnya safar. Maka lebih utama baginya memilih mana yang lebih mudah baginya antara berpuasa atau berbuka ditinjau dari sisi sulit atau tidaknya melakukan qadha.
Jika lebih mudah untuk berpuasa dan sulit melakukan qadha, maka yang lebih utama baginya adalah berpuasa.
Jika melakukan qadha puasa di luar Ramadhan lebih mudah baginya, maka yang utama adalah melakukan qadha.

B. Keadaan kedua: Berbuka lebih ringan bagi musafir
Syaikh al Utsaimin menyatakan bahwa jika seorang musafir tetap memaksakan diri berpuasa dalam keadaan memberatkan diri, ia melakukan sesuatu yang makruh. Sebab, melakukan hal yang memberatkan diri padahal terdapat keringanan dari Allah menunjukkan adanya sikap berpaling dari keringanan yang Allah berikan.

C. Keadaan ketiga: Berpuasa sangat memberatkan musafir itu sehingga ia tidak mampu lagi untuk menanggungnya, atau bahkan memudharatkannya.
Berpuasa dalam keadaan seperti ini haram dan wajib untuk berbuka. Ini adalah pendapat Syaikh al-Utsaimin dan Syaikh al-Albani.

10. Hukum berpuasa bagi seorang musafir yang baru tiba di tempat tinggalnya.
Dari dua pandangan ulama yang terkuat adalah tidak diwajibkan atas mereka berpuasa pada sisa hari itu dan diwajibkan melakukan qadha puasa hari itu di luar Ramadhan.

-----------
Dikutip dari Fikih Puasa Lengkap karya Abu 'Abdillah Muhammad as-Sarbini al-Makassari, dengan perubahan susunan. Pengutipan hanya berupa item kesimpulan tanpa menyertakan dalilnya.
Dikutip oleh Chandra
Pagi dingin di Citayam, 16 Maret 2024

Selanjutnya...

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home