... .. . Resensi Buku Islam

Situs ini memuat informasi tentang buku buku Islam. Resensi dan ringkasan buku buku Islam yang insya Allah bermanfaat buat para pembaca.

Wednesday, April 24, 2024

Senarai Ketentuan Thaharah dan Shalat di Saat Sakit

 

 

 Shalat yang wajib tidak boleh ditinggalkan bagaimanapun sakitnya seseorang. Para ahli fiqh mengatakan, "Shalat tidaklah gugur kewajibannya selama akal itu masih ada." (Asy Syarh al Mumthi' 4/333).

Berkata Syaikh Shalih al Fauzan hafizhahullah,
"Seorang muslim tidak boleh meninggalkan shalat dengan alasan tidak mampu mengerjakan syarat shalat, rukunnya, dan kewajiban secara sempurna. Bahkan yang benar adalah mengerjakan shalat bagaimanapun keadaannya. (Al Mulakhash al Fiqhi, 1/183).

Wajib bagi seorang muslim untuk mengetahui cara bersuci dan shalat dalam keadaan sakit, karena suatu saat akan mengalami sakit. Wajib bagi para tenaga kesehatan, baik dokter atau perawat atau yang lain untuk memahami hal ini sehingga bisa memberi bimbingan kepada para pasiennya untuk tetap menjaga dan melaksanakan shalat wajib, bagaimanapun kondisi sakitnya.

Bila yang menderita sakit saja diperintah oleh Islam untuk tetap menjaga shalat wajib, maka tidak ada alasan lagi bagi yang sehat dan dengan stamina prima untuk meninggalkan shalat wajib.

Inilah ketentuan ibadah yaitu thaharah (bersuci) dan shalat bagi yang menderita sakit.


[Ketentuan thaharah]
➤ Wajib bagi orang yang sedang sakit bersuci dengan air, berwudhu dari hadats kecil dan mandi dari hadats besar.

Apabila tidak mampu bersuci dengan air karena lemah atau khawatir sakitnya bertambah parah atau memperlambat kesembuhannya, maka hendaklah bertayamum.

Cara bertayamum adalah memukulkan kedua telapak tangan di tanah yang suci (tembok atau apa saja yang berdebu walaupun sedikit) satu kali kemudian usapkanlah ke seluruh wajah satu kali dan kedua tangan sampai pergelangan tangan satu kali, dengan mengusapkan satu sama lain.

Apabila orang yang sakit tidak mampu bersuci sendiri, maka hendaklah orang lain mewudhukan dan menayamumkannya.

Apabila sebagian anggota wudhu terdapat luka, maka usahakan tetap mencucinya dengan air ketika wudhu. Apabila mencuci dengan air mempengaruhi luka, cukup diusap saja. Caranya basahilah tangan kemudian usaplah anggota wudhu yang luka cukup dengan melewatinya saja. Apabila diusap dengan air masih dapat memengaruhi luka maka hendaklah tayamum.

Apabila ada anggota wudhu yang dibalut dengan perban atau semisalnya, maka ketika wudhu perban itu cukup diusap dengan air.

Boleh bertayamum dengan dinding atau apa saja yang suci yang ada debunya.

Apabila bertayamum untuk shalat dan tidak batal sampai datang waktu shalat berikutnya, cukup shalat dengan tayamum yang pertama dan tidak perlu mengulang tayamum lagi, karena dia masih suci dan belum batal. Apabila bertayamum karena jinabah, maka tidak usah mengulang tayamum kecuali apabila batal dengan jinabah yang lain. Dan ia tetap bertayamum ketika batal dengan hadats kecil.

Wajib bagi orang yang sakit membersihkan badannya dari najis sebelum shalat. Apabila tidak mampu maka shalatlah apa adanya, shalatnya sah dan tidak perlu diulang.

Wajib bagi orang yang sakit, shalat dengan pakaian yang suci bebas dari najis. Apabila pakaiannya terkena najis maka cucilah segera atau ganti dengan yang suci. Apabila tidak mungkin maka shalatlah apa adanya, shalatnya sah dan tidak perlu diulang.

Wajib bagi orang yang sakit, shalat di atas sesuatu yang suci. Apabila tempatnya terkena najis maka wajib segera dicuci atau diganti dengan yang suci. Apabila tidak mungkin juga maka shalatlah apa adanya, shalatnya sah dan tidak perlu diulang.

Tidak boleh orang yang sakit mengakhirkan shalat dari waktunya karena alasan lemah dari bersuci, bahkan hendaklah dia bersuci sesuai dengan kemampuan dan shalat pada waktunya, sekalipun pada badan, pakaian, dan tempatnya terdapat najis yang dia tidak kuasa untuk menghilangkan najis tersebut.

فَاتَّقُوا اللّٰهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
"Bertakwalah kamu kepada Allah sekuat kemampuanmu." (At Taghabun: 16).

Apabila seseorang ditimpa penyakit sering keluar air kencing terus-menerus maka ia tidak perlu berwudhu setiap kali waktu shalat, selagi belum batal. Hendaklah ia mencuci kemaluannya kemudian mengikat dengan sesuatu yang suci agar najis air kencing tidak mengenai pakaian dan badannya.



[Ketentuan shalat]
Wajib bagi orang yang sakit untuk shalat dengan berdiri, sekalipun hanya bisa membungkuk atau bersandar ke dinding, tongkat atau apa saja yang ia butuhkan untuk bersandar.

Apabila tidak mampu untuk berdiri maka shalatlah dengan duduk. Yang paling utama duduknya adalah dengan bersila ketika posisi berdiri dan rukuk.

Apabila tidak mampu shalat dengan duduk, shalatlah dengan berbaring miring ke arah kiblat, dan berbaring miring ke sisi kanan itu lebih utama. Apabila tidak mampu menghadap kiblat maka shalatlah ke arah mana saja semampunya, shalatnya sah dan tidak perlu diulang.

Apabila tidak mampu shalat dengan posisi berbaring miring, maka shalatlah dengan terlentang dan kedua kaki menghadap ke arah kiblat. Dan lebih utama kepalanya diangkat sedikit untuk menghadap ke arah kiblat. Apabila kakinya tidak mampu ke arah kiblat, maka shalatlah ke arah mana saja semampunya dan shalatnya tidak perlu diulang.

Wajib orang yang sakit untuk rukuk dan sujud ketika shalat.
Apabila tidak mampu maka cukup berisyarat (menunduk) dengan kepalanya. Jadikanlah (menunduk) untuk sujud itu lebih rendah daripada rukuk.
Apabila hanya mampu rukuk tetapi tidak bisa sujud, maka lakukanlah rukuk seperti biasa dan ketika sujud cukup dengan isyarat (menunduk).
Apabila mampu sujud tetapi tidak bisa rukuk, maka cukup isyarat (menunduk) ketika rukuk dan sujudnya dikerjakan seperti biasa.

Apabila tidak bisa berisyarat dengan kepala ketika rukuk dan sujud, maka hendaklah berisyarat dengan kedua mata. Pejamkan mata sedikit untuk rukuk dan pejamkan mata agak lama untuk sujud. Adapun isyarat dengan telunjuk sebagaimana yang sering dikerjakan oleh orang yang sakit maka hal itu tidaklah benar karena tidak ada asalnya dalam Kitab dan Sunnah serta pendapat ahli ilmu.

Apabila tidak bisa isyarat dengan kepala dan mata, maka shalatlah dengan hatinya. Hendaklah bertakbir, membaca, meniatkan rukuk, sujud, berdiri dan rukuk dengan hatinya. Setiap orang sesuai dengan apa yang ia niatkan. Para ahli fiqh mengatakan, "Shalat tidaklah gugur kewajibannya selama akal itu masih ada." (Asy Syarh al Mumthi' 4/333).

Wajib bagi orang yang sakit shalat tepat pada waktunya. Hendaklah ia mengerjakan yang wajib pada setiap waktu. Apabila keberatan mengerjakan setiap shalat pada waktunya maka boleh baginya menjama' antara dhuhur dengan ashar dan maghrib dengan isya'. Hal itu bisa dikerjakan dengan jama' taqdim atau dengan jama' takhir. Mana yang menurutnya lebih mudah bagi dirinya. Adapun shalat subuh maka tidak boleh dijama' dengan shalat sebelumnya ataupun sesudahnya.

Apabila orang yang sakit pergi jauh untuk berobat (safar), maka hendaklah ia meringkas shalat yang empat rakaat. Dhuhur, ashar, dan isya' cukup dikerjakan dua raka'at, dua raka'at, hingga pulang kembali ke kampungnya baik safarnya dalam waktu yang lama ataupun sebentar.


---------
Dikutip dari buku Bila Sakit Menyapa karya Abu Abdillah Syahrul Fatwa bin Lukman
Ringkasan dibuat oleh Chandra Abu Maryam
Di Perpustakaan BKPK, Kemenkes, Jakarta
Di tanggal cantik 24-04-2024

Selanjutnya...

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home