... .. . Resensi Buku Islam

Situs ini memuat informasi tentang buku buku Islam. Resensi dan ringkasan buku buku Islam yang insya Allah bermanfaat buat para pembaca.

Tuesday, March 11, 2025

Senarai Perkataan Saya Tidak Tahu


Perkataan saya tidak tahu bukanlah aib bagi seseorang yang memang tidak tahu. Hal ini tidak menurunkan derajat seseorang sama sekali. Bahkan termasuk bagian dari ilmu itu sendiri. Di sisi yang lain bila seseorang berbicara dengan tanpa ilmu maka yang dilakukan hanyalah merusak dan bukan membawa pada kebaikan. Maka dari itu berbicara tanpa ilmu dimasukkan dalam perbuatan yang tercela.

Inilah senarai perkataan saya tidak tahu dari generasi terdahulu dalam Islam.

[1]
Suatu ketika ada seorang laki-laki datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu bertanya, "Wahai Rasulullah tempat manakah yang paling baik?"
Maka beliau menjawab, "Aku tidak tahu."
Lalu orang tersebut bertanya lagi, "Tempat manakah yang paling buruk?"
Maka Rasulullah menjawab, "Aku tidak tahu."
Orang tersebut lalu berkata, "Tanyakanlah kepada Rabbmu."
Maka datanglah Jibril ’alaihissaalam kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu beliau berkata, "Wahai Jibril tempat manakah yang paling baik?"
Jibril menjawab, "Aku tidak tahu."
Lalu Nabi bertanya lagi, "Tempat manakah yang paling buruk?"
Maka Jibril menjawab, "Aku tidak tahu."

Demikianlah, hingga akhirnya Jibril ’alaihissaalam bertanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga diberitahukan bahwa tempat yang paling baik adalah masjid-masjid, dan tempat yang paling buruk adalah pasar-pasar.
(Buletin An Nuur, https://www.alsofwah.or.id/index.php?pilih=lihatannur&id=393, akses 11 Ramadhan 1446 H).

[2]
Umar bin Khathab رضي الله عنه pernah berkata,
"Ilmu itu ada tiga: Kitab (Al-Qur'an) yang berbicara, sunnah (Nabi) yang terus berlaku, dan ucapan aku tidak tahu."
(Kitab I'lamul Muwaqqi'in karya Ibnul Qayyim).

[3]
Betapa agung ucapan sahabat Abu Darda رضي الله عنه,
"Ucapan 'saya tidak tahu' adalah setengah dari ilmu." (Mukhtashar Jami’ Bayan al-Ilmi wa Fadhih, Ibnu Abdil Bar, hal 225).

[4]
Ibnu Mas’ud رضي الله عنه marah ketika ada seseorang yang berbicara tentang tanda-tanda hari kiamat dengan tanpa ilmu. Beliau رضي الله عنه berkata,

مَنْ كَانَ عِنْدَهُ عِلْمُ فَلْيَقُلْ، وَمَنْ لَمْ يَكُنْ عِنْدَهُ عِلْمُ فَلْيُقُلْ: اللهُ أَعْلَمُ، فَإِنَّ اللهَ قَالَ لِنَبِيِّهِ عَلَيْهِ وَسَلاَّمَ: ((قُلْ مَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُتَكَلِّفِينَ)).

Barangsiapa yang memiliki ilmu maka katakanlah! Dan barangsiapa yang tidak memiliki ilmu maka katakanlah: ‘Allahu a’lam! Karena sesungguhnya Allah telah mengatakan kepada nabi-Nya,

Katakanlah (hai Muhammad): "Aku tidak meminta upah sedikitpun kepadamu atas dakwahku; dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mengada-adakan (memaksakan diri)".
(Atsar riwayat ad-Darimi juz 1/62; Ibnu Abdil Barr dalam Jami’ Bayaanil Ilmi, juz 2/51; Baihaqi dalam al-Madkhal no. 797; al-Khathib al-Baghdadi dalam al-Faqiih wal Mutafaqih; melalui nukilan Hilyatul Alimi al-Mu’allim, hal. 59).

[5]
Pernah Ali bin Abi Thalib رضي الله عنه ditanya tentang satu masalah, kemudian beliau menjawab,
"Aku tidak mempunyai ilmu tentangnya", (padahal pada saat itu beliau sebagai khalifah).

Beliau berkata setelah itu, "Duhai dinginnya hatiku" (3x).
Maka para penanya berkata kepadanya, "Wahai Amirul Mukminin, apa maksudmu?"
Ali bin Abi Thalib رضي الله عنه menjawab, "Yakni dinginnya hati seseorang ketika ditanya tentang sesuatu yang dia tidak ketahui, kemudian ia menjawab: 'Wallahu a’lam'".
(Riwayat ad-Darimi 1/ 62-63; al-Khathib dalam al-Faqih wal Mutafaqih, juz 2 hal. 171; Baihaqi dalam al-Madkhal no. 794 dari jalan yang banyak. Lihat Hilyatul ‘Alimi al-Mu’alim hal. 60).

[6]
Ibnu Umar رضي الله عنه ketika beliau ditanya, “Apakah bibi mendapat warisan?”. Beliau menjawab saya tidak tahu.
Kemudian si penanya berkata, "Engkau tidak tahu dan kamipun tidak tahu, lantas?"
Maka Ibnu Umar berkata, "Pergilah kepada para Ulama di Madinah, dan tanyalah kepada mereka".
Maka ketika dia (si penanya) berpaling, dia berkata, "Sungguh mengagumkan Abu Abdirrahman (Yakni Ibnu Umar رضي الله عنه) ditanya sesuatu yang beliau tidak tahu, beliau katakan: Saya tidak tahu".
(Riwayat Ad-Darimi 1/63; Ibnu Abdi Abdi Barr dalam Jami’ Bayanil ‘Ilmi; Al-Khatib dalam Al-Faqih wal Mutafaqih juz 2 hal 171-172; Al-Baihaqi dalam Al-Madkhal, 769. Lihat Hilyatul ‘Alimi Al-Mu’allim ha 61).

[7]
Pernah datang seseorang kepada Imam Malik Bin Anas rahimahullah, bertanya tentang satu masalah hingga beberapa hari beliau belum menjawab dan selalu mengatakan "saya tidak tahu". Sampai kemudian orang itu datang dan berkata, "Wahai Abu ‘Abdillah, aku akan keluar kota dan aku sudah sering pulang pergi ke tempatmu (yakni meminta jawaban)".

Maka Imam Malik menundukkan kepalanya beberapa saat, kemudian mengangkat kepalanya dan berkata, "Masya Allah Hadza, aku berbicara adalah untuk mengharapkan pahala. Namun, aku betul-betul tidak mengetahui apa yang kamu tanyakan."
(Riwayat Abu Nu’aim dalam Al-Hilya, 6/323; Ibnu Abdil Barr dalam Jami’ Bayanil Ilmi 2/53; Baihaqi dalam Al-Madkhal no 816; Al-Khatib dalam Al-Faqih wal Mutafaqih 2/174; lihat Hilyatul ‘Alimi al Mu’allim, ha 63).

[8]
Kemudian perhatikan ucapan Imam Asy-Sya’bi rahimahullah, "Kalimat ’saya tidak tahu’ adalah setengah ilmu". (Riwayat Ad-Darimi 1/63; Al-Khatib dalam Al-Faqih Wal Mutafaqih juz 2/173; Baihaqi dalam Al-Madkhal no 810. Lihat Hilyatul ‘Ilmi Al-Mu’allim ham 65).

[9]
Imam Asy-Sya’bi  juga pernah ditanya dalam suatu masalah. Beliau menjawab, "Saya tidak tahu".
Maka si penanya heran dan berkata, "Apakah kamu tidak malu mengatakan 'tidak tahu', padahal engkau adalah ahli fiqh negeri Iraq?"
Beliau menjawab, "Tidak,  karena para malaikat sekalipun tidak malu mengatakan 'tidak tahu', ketika Allah bertanya,

"Sebutkan kepadaKu nama benda-benda itu jika kamu memang benar!"(Al-Baqoroh:31).

Maka para malaikat menjawab, "Mereka menjawab, Mahasuci Engkau, tidak ada ilmu bagi kami selain dari apa yang telah engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (Al-Baqoroh:32).
(Lihat ucapan Imam Asy-Sya’bi dalam Jami’ Bayanil ‘Ilmi wa Fadhili (2/51).

[10]
Al-Mawardi rahimahullah mengatakan, "Jika seseorang tidak dapat menguasai sesuatu ilmu maka bukan merupakan cela jika dia bodoh dalam sebagiannya. Dan jika bodoh dalam sebagian perkara bukan suatu aib maka bukan merupakan keburukan jika seseorang mengatakan 'Aku tidak tahu' dalam hal yang memang tidak ia ketahui." (Adabu ad-Dunya wa ad-Diin hal 123).

[11]
Seorang ulama' pernah memberi nasehat,
“Belajarlah engkau untuk mengucapkan ‘saya tidak tahu’. Dan janganlah belajar mengatakan ’saya tahu’ (pada apa yang kamu tidak tahu -red), karena sesungguhnya jika engkau mengucapkan ’saya tidak tahu’ mereka akan mengajarimu sampai engkau tahu”. Tetapi jika engkau mengatakan ‘tahu’, mereka akan menghujanimu dengan pertanyaan hingga kamu tidak tahu”.(Jami’ Bayanil ‘Ilmi 2/55 melalui nukilan Hilyatul ‘Alim Al-Mu’allim, Salim Bin Ied Al-Hilaly, hal 66).

Maka hendaklah seseorang itu sadar dengan kadar dirinya dengan tidak berkata tentang sesuatu yang tidak ada ilmunya. Ucapan saya tidak tahu tentu akan memperbaiki banyak keadaan.

==============
Dari berbagai sumber
Disusun oleh Abu Maryam
11 Ramadhan 1446 H/11 Maret 2025
di Bogor


Selanjutnya...

Wednesday, February 19, 2025

Bayt al Hikmah dan Tingginya Pengagungan Terhadap Ilmu


Pada jaman dulu, Baghdad merupakan kota penting dalam ilmu pengetahuan. Di situ berdiri sebuah knowledge center penting yang terbesar pada masa itu. Namanya *Bayt al Hikmah* yang didirikan oleh Khalifah Harun al Rashid. Knowledge center yang berdiri pada awal abad ke-9 ini merupakan pusat dari berbagai disiplin ilmu, termasuk matematika, kedokteran, astronomi, dll. Pada masa itu, tidak ada tempat di muka bumi yang begitu mengagungkan ilmu sedemikian tinggi selain Baghdad.

Sedemikian tingginya pengagungan terhadap ilmu pengetahuan, Khalifah Harus al Rashid memberikan honor untuk penerjemah dengan bayaran yang tidak tanggung-tanggung, bahkan sampai saat ini pun tidak ada yang mampu menyamai honor tersebut. Sebuah kisah yang terkenal adalah Hunain Ibn Ishaq yang menerima upah berupa *emas seberat badannya* atas penerjemahan karya tulis ke dalam bahasa Arab. Siapa yang tidak ngiler dengan honor seperti ini?  

Sayangnya kisah penghormatan terhadap ilmu ini tidak berlangsung selamanya. Bayt al Hikmah hancur karena penyerangan bangsa Mongol pada 1258 M yang dipimpin oleh Hulagu Khan, cucu dari Jenghis Khan. Penyerangan yang paling brutal adalah penyerangan terhadap perpustakaan sebagai knowledge center terbesar pada masa itu. Manuskrip, buku, dan literatur berharga dibuang ke Sungai Tigris. Sedemikian banyaknya karya tulis yang dibuang sampai-sampai merubah *air sungai menjadi hitam* karena tinta para ulama. Jangan bayangkan Sungai Tigris itu sungai yang kecil. Sungai ini merupakan sungai besar yang membentuk wilayah Mesopotamia, dengan lebar bervariasi dari 50 meter sampai 400 meter. Peristiwa ini merupakan momen paling tragis dalam sejarah manusia. Karya tulis dan buah pikir tenggelam tanpa bekas di Sungai Tigris.

Itu kisah singkat Bayt al Hikmah dan kehancurannya. Dua kutub yang saling berantonim. Poinnya di sini adalah apakah kita akan menjadi orang yang mengagungkan ilmu ataukah justru menutup cahaya pengetahuan?


==============
Ditulis oleh Abu Maryam Chandra
Sehabis hujan di malam hari 22:38 WIB
21 Sya'ban 1446 H/19 Februari 2025 M

Selanjutnya...

Saturday, January 25, 2025

Senarai 10 Perbedaan Syariat Sebelum dan Sesudah Diutusnya Nabi Muhammad ﷺ

Berikut ini 10 perbedaan syari’at para nabi sebelum dan sesudah diutusnya Nabi Muhammad ﷺ. Menunjukkan pula bahwa agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah ﷺ adalah agama yang mudah.

1.       Tentang poligami

Sebelum diutusnya Nabi Muhammad ﷺ, seorang laki-laki boleh mempunyai istri dalam jumlah yang tidak terbatas. Dalam sebuah hadits diterangkan bahwa Nabi Sulaiman ‘alaihissalam memiliki istri 100 orang istri[i].

Kemudian diutus Nabi Muhammad ﷺ yang membatasi seorang laki-laki mempunyai istri hanya empat saja. Sehingga dikisahkan dalam sebuah hadits bahwa Ghailan bin Salamah Ats Tsaqafi masuk Islam dan dia mempunyai 10 istri maka Rasulullah ﷺ memerintahkannya untuk memilih empat orang istri saja dan menceraikan yang lainnya[ii]. Demikian pula kisah Qois bin Harits yang masuk Islam dan memiliki delapan istri, Rasulullah ﷺ memerintahkan memilih empat saja dari delapan istri tersebut[iii].

Dengan demikian diutusnya Rasulullah ﷺ adalah untuk membatasi poligami.

 

2.       Tentang ghanimah

Ghanimah adalah harta rampasan perang. Umat-umat sebelum diutusnya Nabi Muhammad ﷺ tidak boleh memanfaatkan atau menikmati harta rampasan perang ini. Harta rampasan perang tersebut menurut umat terdahulu harus dihancurkan. Bisa dilihat dalam Shahih Bukhari hadits nomor 3124[iv]. Silahkan baca juga kisah Nabi Yusya’ bin Nun tentang ini[v]. Bila harta rampasan perang tersebut diambil maka termasuk harta ghulul yaitu mencuri harta ghanimah[vi].

Sedangkan untuk umat Nabi Muhammad ﷺ harta rampasan perang halal dan boleh dimanfaatkan[vii].

 

3.       Tentang cara bertaubat

Umat-umat terdahulu memiliki cara bertaubat yang berbeda. Misalnya saja umat Nabi Musa memiliki cara bertaubat yang sangat berat dan mengerikan. Mereka yang melakukan dosa berkumpul pada suatu lembah. Kemudian Allah akan menurunkan kegelapan kabut dan mereka akan mengeluarkan pedang, pisau, dan alat-alat potong masing-masing. Dalam kegelapan tersebut mereka saling mencari dan saling bunuh-membunuh. Akhirnya mereka yang terbunuh akan gugur sebagai syuhada dan dosa-dosanya diampuni, sedangkan yang masih hidup taubatnya diampuni[viii]. 

Sedangkan untuk umat Nabi Muhammad ﷺ cara bertaubatnya mudah saja. Lakukan taubat nasuha. Para ulama menetapkan syarat sebuah tobat dikatakan sebagai tobat nasuha, yaitu:

·         Pertama: segera meninggalkan dosa.

·         Kedua: menyesal atas apa yang telah dikerjakan.

·         Ketiga: bertekad untuk tidak mengulangi kembali kemaksiatan tersebut.

·         Keempat: apabila dosanya berkaitan dengan hak orang lain, maka ia harus segera mengembalikan hak orang lain tersebut[ix].

Maka bersyukurlah sebagai umat Nabi Muhammad ﷺ yang cara bertaubatnya mudah dan tidak berat. Ini termasuk rahmat Allah untuk manusia. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

 

قُلْ يٰعِبَادِيَ الَّذِيْنَ اَسْرَفُوْا عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوْا مِنْ رَّحْمَةِ اللّٰهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا ۗاِنَّهٗ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

 

“Katakanlah (Nabi Muhammad), ‘Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas (dengan menzalimi) dirinya sendiri, janganlah berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az-Zumar: 53).

 

4.       Tentang sujud kepada manusia dan selain manusia

Syariat sebelum Nabi Muhammad ﷺ membolehkan sujud kepada makhluk dalam rangka menghormati. Sebagaimana kisah Nabi Yusuf dalam ayat Al Qur’an.

 

فَلَمَّا دَخَلُوا عَلَىٰ يُوسُفَ آوَىٰ إِلَيْهِ أَبَوَيْهِ وَقَالَ ادْخُلُوا مِصْرَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ آمِنِينَ وَرَفَعَ أَبَوَيْهِ عَلَى الْعَرْشِ وَخَرُّوا لَهُ سُجَّدًا

 

“Maka tatkala mereka masuk ke (tempat) Yusuf, Yusuf merangkul ibu bapanya dan dia berkata: “Masuklah kamu ke negeri Mesir, insya Allah dalam keadaan aman”. Dan ia menaikkan kedua ibu-bapaknya ke atas singgasana. Dan mereka (semuanya) merebahkan diri seraya sujud kepada Yusuf.” (Yusuf: 99-100).

 

Sedangkan syariat Nabi Muhammad ﷺ tidak membolehkan sujud kepada makhluk meskipun dalam rangka menghormati. Sampai-sampai Rasulullah bersabda,

 

لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ، لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا

 

“Seandainya aku boleh menyuruh seorang manusia untuk bersujud kepada manusia lainnya, niscaya akan aku suruh seorang wanita untuk bersujud kepada suaminya.” (HR. Tirmidzi).


Hadits ini menjelaskan haramnya seseorang sujud kepada orang lain sekaligus menjelaskan besarnya hak dan kedudukan suami atas seorang istri. Ibadah sujud hanya diperuntukkan kepada Allah semata[x].

 

5.       Tentang menikahi wanita dengan saudaranya dalam satu ikatan

Nabi Yaqub menikahi perempuan kakak beradik sekaligus, yaitu Laiya dan Rahil. Keduanya merupakan anak perempuan dari pamannya yang bernama Laban. Laiya merupakan anak sulung dan Rahil adalah adiknya. Dari keduanya (dari dua istri yang lain juga yaitu Zalfah dan Bilhah) menurunkan 12 kabilah Bani Israil[xi].

 

Dalam syariat yang dibawa oleh Nabi Muhammad ﷺ, menikahi dua orang wanita bersaudara sekaligus tidak diperbolehkan alias haram sebagaimana tercantum dalam al Qur’an surat  An Nisa ayat 23, 

 

وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ

 

Artinya: “(dan diharamkan bagi kalian) mengumpulkan dua orang saudara perempuan kecuali apa yang telah berlalu.”

 

6.       Tentang pakaian yang terkena najis

Pada syariat Nabi Musa, untuk membersihkan pakaian yang terkena najis adalah dengan memotong pakaian pada bagian yang terkena najis[xii].

Sedangkan pada syariat yang dibawa oleh Nabi Muhammad ﷺ, urusannya mudah. Bila pakaian terkena najis maka pakaian atau kain tersebut cukup dicuci saja[xiii].

 

7.       Tentang qishosh

Dalam syari’at sebelum Nabi Muhammad ﷺ qishosh berlaku bagi orang yang melakukan pembunuhan dengan sengaja maupun yang tidak sengaja. Tetapi dalam syari’at Nabi Muhammad ﷺ qishosh hanya diberlakukan untuk pembunuhan yang disengaja saja[xiv].

 

8.       Tentang bumi sebagai tempat shalat

Umat-umat sebelum diutusnya Nabi Muhammad ﷺ, melakukan ibadah pada tempat-tempat khusus, tidak bisa beribadah di sembarang tempat.

Sedangkan umat Nabi Muhammad ﷺ dibolehkan untuk beribadah (yaitu shalat) di mana saja di seluruh permukaan bumi. Tentunya selama tempatnya bersih dan suci. Dari Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah ﷺ bersabda,

 

وَجُعِلَتْ لِىَ الأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا ، وَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِى أَدْرَكَتْهُ الصَّلاَةُ فَلْيُصَلِّ

 

“Seluruh bumi dijadikan sebagai tempat shalat dan untuk bersuci. Siapa saja dari umatku yang mendapati waktu shalat, maka shalatlah di tempat tersebut” (HR. Bukhari no. 438)[xv].

 

9.       Tentang bumi untuk bersuci yaitu tayammum

Umat terdahulu tidak bersuci dengan tanah, melainkan harus dengan air. Maka ketika tidak dijumpai air, mereka tidak bisa melakukan ibadah dan harus mengqadla ibadahnya ketika telah menemukan air.

Sedangkan umat Nabi Muhammad ﷺ diberi kemudahan, yaitu boleh bersuci dengan tanah atau debu yang suci (bumi) ketika tidak dijumpai air. Telah berlalu hadits tentang ini pada bagian sebelumnya.

Berkata ustadz Abdullah Roy hafizhahullah, “Jadi tanah yang kita pijak ini, bisa digunakan untuk sujud sekaligus bisa untuk bersuci (tayammum) artinya jika di sana tidak ada air untuk berwudhu atau untuk mandi maka bisa digantikan dengan tayammum. Syari’at tayammum ini tidak ada bagi umat sebelumnya dan tidak boleh mereka melakukan sujud di atas tanah langsung tapi harus ada tempat ibadah di dalam ruangan[xvi].

 

10.   Tentang nabi Muhammad ﷺ dan yang lainnya

Pada nabi sebelum nabi Muhammad ﷺ, diutus hanya untuk kaumnya saja. Misalnya nabi Musa hanya diutus untuk kaum Bani Israil. Sedangkan nabi Muhammad ﷺ diutus untuk seluruh manusia. Di dalam sebuah hadits yang shahih, nabi Muhammad ﷺ mengatakan:

 

الْأَنْبِيَاءُ إِخْوَةٌ لِعَلَّاتٍ ، أُمَّهَاتُهُمْ شَتَّى وَدِينُهُمْ وَاحِدٌ

 

“Para nabi itu ibarat saudara sebapak. Ibu mereka berbeda-beda, agama mereka adalah satu.” (Hadīts riwayat Bukhāri 3443 dan Muslim 2365).

 

Ibu-ibu mereka berbeda, maksudnya adalah syari’at mereka berbeda-beda. Adapun agama mereka satu yaitu Islam, maksudnya adalah semuanya dari awal hingga akhir agamanya satu yaitu menyembah hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala[xvii].

 

Alhamdulillah, selesai ditulis dengan pertolongan dan kemudahan dari Allah Yang Bersemayam Di Atas Arsy.

 

 

Ditulis oleh Abu Maryam Chandra
Pukul 21:37 WIB

Ahad 26 Rajab 1446 H/ Sabtu 25 Januari 2025 M



[i] Hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabiﷺ bersabda,

 

قَالَ سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ: لَأَطُوفَنَّ اللَّيْلَةَ بِمِائَةِ امْرَأَةٍ، تَلِدُ كُلُّ امْرَأَةٍ مِنْهُنَّ غُلَامًا يُقَاتِلُ فِي سَبِيلِ اللهِ “، قَالَ: ” وَنَسِيَ أَنْ يَقُولَ: إِنْ شَاءَ اللهُ، فَأَطَافَ بِهِنَّ “، قَالَ: ” فَلَمْ تَلِدْ مِنْهُنَّ امْرَأَةٌ إِلَّا وَاحِدَةٌ نِصْفَ إِنْسَانٍ “، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” لَوْ قَالَ: إِنْ شَاءَ اللهُ، لَمْ يَحْنَثْ، وَكَانَ دَرَكًا لِحَاجَتِهِ

 

Sulaiman bin Daud pernah mengatakan, ‘Saya akan menggilir 100 istri se-malam ini, masing-masing istri akan melahirkan anak lelaki, yang nanti akan berjihad di jalan Allah.’ Namun Sulaiman lupa untuk mengucapkan ‘InsyaaAllah’. Lalu Sulaiman menggilir seluruh istrinya, akan tetapi tidak ada yang melahirkan anak, selain satu istri yang melahirkan setengah anak.

 

Kemudian Rasulullah ﷺ berkomentar, “Andai Sulaiman mengatakan, ‘InsyaaAllah’ maka sumpahnya tidak gagal dan akan mendapatkan apa yang menjadi keinginannya.” (HR. Ahmad 7715 dan Bukhari 5242).

 

[ii] Baca kisah Ghailan bin Salamah Ats Tsaqafi dalam hadits At Tirmidzi no. 1128.

 

حَدَّثَنَا هَنَّادٌ، حَدَّثَنَا عَبْدَةُ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي عَرُوبَةَ، عَنْ مَعْمَرٍ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، أَنَّ غَيْلاَنَ بْنَ سَلَمَةَ الثَّقَفِيَّ، أَسْلَمَ وَلَهُ عَشْرُ نِسْوَةٍ فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَأَسْلَمْنَ مَعَهُ فَأَمَرَهُ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَنْ يَتَخَيَّرَ أَرْبَعًا مِنْهُنَّ ‏.‏ قَالَ أَبُو عِيسَى هَكَذَا رَوَاهُ مَعْمَرٌ عَنِ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَالِمٍ عَنْ أَبِيهِ ‏.‏ قَالَ وَسَمِعْتُ مُحَمَّدَ بْنَ إِسْمَاعِيلَ يَقُولُ هَذَا حَدِيثٌ غَيْرُ مَحْفُوظٍ وَالصَّحِيحُ مَا رَوَى شُعَيْبُ بْنُ أَبِي حَمْزَةَ وَغَيْرُهُ عَنِ الزُّهْرِيِّ قَالَ حُدِّثْتُ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سُوَيْدٍ الثَّقَفِيِّ أَنَّ غَيْلاَنَ بْنَ سَلَمَةَ أَسْلَمَ وَعِنْدَهُ عَشْرُ نِسْوَةٍ ‏.‏ قَالَ مُحَمَّدٌ وَإِنَّمَا حَدِيثُ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَالِمٍ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَجُلاً مِنْ ثَقِيفٍ طَلَّقَ نِسَاءَهُ فَقَالَ لَهُ عُمَرُ لَتُرَاجِعَنَّ نِسَاءَكَ أَوْ لأَرْجُمَنَّ قَبْرَكَ كَمَا رُجِمَ قَبْرُ أَبِي رِغَالٍ ‏.‏ قَالَ أَبُو عِيسَى وَالْعَمَلُ عَلَى حَدِيثِ غَيْلاَنَ بْنِ سَلَمَةَ عِنْدَ أَصْحَابِنَا مِنْهُمُ الشَّافِعِيُّ وَأَحْمَدُ وَإِسْحَاقُ ‏.‏

 

Telah menceritakan kepada kami Hannad, telah menceritakan kepada kami 'Abdah dari Sa'id bin Abu 'Arubah dari Ma'mar dari Az Zuhri dari Salim bin Abdullah dari Ibnu Umar bahwa Ghailan bin Salamah Ats Tsaqafi masuk Islam sedang dia saat itu memiliki sepuluh orang istri dari masa Jahiliyah. Mereka semuanya masuk Islam juga. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menyuruhnya agar memilih empat dari mereka. Abu Isa berkata; "Demikian yang diriwayatkan dari Az Zuhri dari Salim dari Bapaknya" (Abu Isa At Tirmidzi) berkata; "Saya telah mendengar Muhammad bin Isma'il berkata; hadits ini tidak mahfuzh. Yang sahih adalah yang diriwayatkan Syu'aib bin Abu Hamzah dan yang lainnya dari Az Zuhri, berkata; saya telah menceritakannya dari Muhammad bin Suwaid Ats Tsaqafi bahwa Ghailan bin Salamah masuk Islam, saat itu memiliki sepuluh istri. Muhammad berkata; "Hadits Az Zuhri dari Salim dari Bapaknya bahwa seorang laki-laki dari Tsaqif telah menceraikan isterinya. Umar berkata kepadanya; 'Rujuklah pada para isterimu atau akan saya rajam kuburanmu sebagaimana kuburan Abu Righal". Abu Isa berkata; "Hadits ghailan bin Salamah diamalkan oleh sahabat kami, di antaranya adalah Syafi'i, Ahmad dan Ishaq." (HR. At Tirmidzi no. 1128).

 

[iii] Berikut ini haditsnya,

 

عَنْ قَيْسِ بْنِ الْحَارِثِ قَالَ أَسْلَمْتُ وَعِنْدِى ثَمَانِ نِسْوَةٍ فَأَتَيْتُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَقُلْتُ ذَلِكَ لَهُ فَقَالَ « اخْتَرْ مِنْهُنَّ أَرْبَعًا »

 

Dari Qois bin Al Harits, ia berkata, “Ketika aku masuk Islam, aku memiliki delapan istri. Aku pun mengatakan kepada Nabi ﷺ tentang hal tersebut, lalu beliau bersabda: Pilihlah empat saja dari kedelapan istrimu tersebut.” (HR. Ibnu Majah no. 1952 dan Abu Daud no. 2241. Syaikh Al Albani menshahihkan hadits ini).

 

[iv] Kisah Nabi Yusya bin Nun dalam Shahih Bukhari nomor 3124

 

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلاَءِ، حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُبَارَكِ، عَنْ مَعْمَرٍ، عَنْ هَمَّامِ بْنِ مُنَبِّهٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ـ رضى الله عنه ـ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‏ "‏ غَزَا نَبِيٌّ مِنَ الأَنْبِيَاءِ فَقَالَ لِقَوْمِهِ لاَ يَتْبَعْنِي رَجُلٌ مَلَكَ بُضْعَ امْرَأَةٍ وَهْوَ يُرِيدُ أَنْ يَبْنِيَ بِهَا وَلَمَّا يَبْنِ بِهَا، وَلاَ أَحَدٌ بَنَى بُيُوتًا وَلَمْ يَرْفَعْ سُقُوفَهَا، وَلاَ أَحَدٌ اشْتَرَى غَنَمًا أَوْ خَلِفَاتٍ وَهْوَ يَنْتَظِرُ وِلاَدَهَا‏.‏ فَغَزَا فَدَنَا مِنَ الْقَرْيَةِ صَلاَةَ الْعَصْرِ أَوْ قَرِيبًا مِنْ ذَلِكَ فَقَالَ لِلشَّمْسِ إِنَّكِ مَأْمُورَةٌ وَأَنَا مَأْمُورٌ، اللَّهُمَّ احْبِسْهَا عَلَيْنَا‏.‏ فَحُبِسَتْ، حَتَّى فَتَحَ اللَّهُ عَلَيْهِ، فَجَمَعَ الْغَنَائِمَ، فَجَاءَتْ ـ يَعْنِي النَّارَ ـ لِتَأْكُلَهَا، فَلَمْ تَطْعَمْهَا، فَقَالَ إِنَّ فِيكُمْ غُلُولاً، فَلْيُبَايِعْنِي مِنْ كُلِّ قَبِيلَةٍ رَجُلٌ‏.‏ فَلَزِقَتْ يَدُ رَجُلٍ بِيَدِهِ فَقَالَ فِيكُمُ الْغُلُولُ‏.‏ فَلْتُبَايِعْنِي قَبِيلَتُكَ، فَلَزِقَتْ يَدُ رَجُلَيْنِ أَوْ ثَلاَثَةٍ بِيَدِهِ فَقَالَ فِيكُمُ الْغُلُولُ، فَجَاءُوا بِرَأْسٍ مِثْلِ رَأْسِ بَقَرَةٍ مِنَ الذَّهَبِ فَوَضَعُوهَا، فَجَاءَتِ النَّارُ فَأَكَلَتْهَا، ثُمَّ أَحَلَّ اللَّهُ لَنَا الْغَنَائِمَ، رَأَى ضَعْفَنَا وَعَجْزَنَا فَأَحَلَّهَا لَنَا ‏"‏‏.‏

 

The Prophet (ﷺ) said, "A prophet amongst the prophets carried out a holy military expedition, so he said to his followers, 'Anyone who has married a woman and wants to consummate the marriage, and has not done so yet, should not accompany me; nor should a man who has built a house but has not completed its roof; nor a man who has sheep or shecamels and is waiting for the birth of their young ones.' So, the prophet carried out the expedition and when he reached that town at the time or nearly at the time of the `Asr prayer, he said to the sun, 'O sun! You are under Allah's Order and I am under Allah's Order O Allah! Stop it (i.e. the sun) from setting.' It was stopped till Allah made him victorious. Then he collected the booty and the fire came to burn it, but it did not burn it. He said (to his men), 'Some of you have stolen something from the booty. So one man from every tribe should give me a pledge of allegiance by shaking hands with me.' (They did so and) the hand of a man got stuck over the hand of their prophet. Then that prophet said (to the man), 'The theft has been committed by your people. So all the persons of your tribe should give me the pledge of allegiance by shaking hands with me.' The hands of two or three men got stuck over the hand of their prophet and he said, "You have committed the theft.' Then they brought a head of gold like the head of a cow and put it there, and the fire came and consumed the booty. The Prophet (ﷺ) added: Then Allah saw our weakness and disability, so he made booty legal for us."

 

[v] Kisah Nabi Yusya bin Nun Menaklukkan Palestina di https://www.atsar.id/2017/08/yusya-bin-nun-menaklukkan-palestina.html.

Baca juga Kisah Nabi Yusya’ bin Nun dan Berputarnya Matahari Mengelilingi Bumi dalam Literatur Islam dan Nasrani di https://thecakrabirawa.wordpress.com/wp-content/uploads/2018/01/kisah-nabi-yusya-bin-nun-dan-berputarnya-matahari-mengelilingi-bumi-dalam-literatur-islam-dan-nasrani.pdf.

 

[vi] Halaqah Silsilah AbdullahRoy, pembahasan Fadhlul Islam, Halaqah ke-11 tentang Pembahasan Dalil Keenam Hadits Yang Mu’allaq Bagian 02.

 

[vii] Halaqah Silsilah AbdullahRoy, pembahasan Al-Ushulu Ats-Tsalasah, Halaqah 27 tentang Landasan Kedua Ma’rifatu Dīnil Islam Bil Adillah: Muqaddimah Bagian 02.

 

[viii] Lihat Renungan #13, Mengerikan Cara Taubat Kaum Nabi Musa, https://rumaysho.com/15939-renungan-13-mengerikan-cara-taubat-kaum-nabi-musa.html. Lihat pula pembahasan an Nazhmul Muratab dari ustadz Ahmad Sabiq hafizhahullah para pertemuan Materi ke 36.

 

[x] Lihat Tidak Boleh Sujud Kepada Manusia dan Selain Manusia, dr. Raehanul Bahraen, M.Sc, Sp.PK, https://muslim.or.id/47149-tidak-boleh-sujud-kepada-manusia-dan-selain-manusia.html. Lihat pula pembahasan An Nazhmul Muratab oleh Ustadz Ahmad Sabiq para pertemuan Materi ke 36.

 

[xi] Lihat pembahasan Syarhussunnah sesi 63 oleh Riyadh bin Badr Bajrey hafizhahullah di Channel El Gadda, YouTube.

 

[xii] Diriwayatkan dari ‘Abdurrahman bin Hasanah, beliau mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:

 

أَلَمْ تَعْلَمُوْا مَا لَقِيَ صَاحِبَ بَنِي إِسْرَائِيْلَ، كَانُوا إِذَا أَصَابَهُمُ الْبَوْلُ قَطَعُوْا مَا أَصَابَهُ الْبَوْلُ فَنَهَاهُمْ فَعُذِّبَ فِيْ قَبْرِهِ.

 

“Tidakkah kalian tahu siksa yang menimpa salah seorang dari kalangan Bani Israil, (di dalam ajaran mereka) jika (pakaian) mereka terkena air kencing, maka mereka akan memotong (pakaian) yang terkena air kencing tersebut. Sedangkan dia adalah orang yang telah melarang mereka (untuk melakukan hal itu), akhirnya dia disiksa di dalam kuburnya.” (Hadits shahih. Diriwayatkan oleh an-Nasa-i (I/26, 28), Ibnu Majah (no. 346), Ibnu Hibban (no. 139 –Mawaarid). Hadits ini dishahihkan oleh al-Albani di dalam Shahiih at-Targhiib (I/156)).

 

[xiii] Lihat Halaqah Silsilah AbdullahRoy, pembahasan Fadhlul Islam Halaqah ke-11.

 

[xiv] Lihat Halaqah Silsilah AbdullahRoy, pembahasan Fadhlul Islam Halaqah ke-11.

 

[xv] Hadits lengkapnya adalah ini

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سِنَانٍ، قَالَ حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ، قَالَ حَدَّثَنَا سَيَّارٌ ـ هُوَ أَبُو الْحَكَمِ ـ قَالَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ الْفَقِيرُ، قَالَ حَدَّثَنَا جَابِرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‏ "‏ أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ مِنَ الأَنْبِيَاءِ قَبْلِي، نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ، وَجُعِلَتْ لِيَ الأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا، وَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي أَدْرَكَتْهُ الصَّلاَةُ فَلْيُصَلِّ، وَأُحِلَّتْ لِيَ الْغَنَائِمُ، وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً، وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ كَافَّةً، وَأُعْطِيتُ الشَّفَاعَةَ ‏"‏‏.‏

 

Muhammad bin Sinan telah menceritakan kepada kami, beliau berkata: Husyaim menceritakan kepada kami, beliau berkata: Sayyar Abul Hakam menceritakan kepada kami, beliau berkata: Yazid Al-Faqir menceritakan kepada kami, beliau berkata: Jabir bin 'Abdullah menceritakan kepada kami, beliau berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Aku diberi lima perkara yang belum pernah diberikan kepada satu nabi pun sebelumku: (1) Aku ditolong dengan rasa takut musuh sejarak satu bulan perjalanan; (2) Bumi dijadikan sebagai tempat shalat dan bersuci untukku, maka siapa saja dari umatku yang mendapati waktu shalat, hendaknya dia shalat; (3) Ghanimah dihalalkan untukku; (4) Para nabi dahulu diutus khusus kepada kaumnya saja, sedangkan aku diutus kepada seluruh manusia; (5) Syafaat diberikan kepadaku.” (HR. Bukhari 438).

[xvi] Halaqah Silsilah AbdullahRoy Halaqah 27 | Landasan Kedua Ma’rifatu Dīnil Islam Bil Adillah: Muqaddimah (02).

 

[xvii] Halaqah Silsilah AbdullahRoy, pembahasan Al-Ushulu Ats-Tsalasah, Halaqah 27 tentang Landasan Kedua Ma’rifatu Dīnil Islam Bil Adillah: Muqaddimah Bagian 02.

https://thecakrabirawa.wordpress.com/wp-content/uploads/2025/01/10-perbedaan-syariat-sebelum-nabi-muhammad-dengan-syariat-nabi-muhammad.pdf
Selanjutnya...