... .. . Resensi Buku Islam

Situs ini memuat informasi tentang buku buku Islam. Resensi dan ringkasan buku buku Islam yang insya Allah bermanfaat buat para pembaca.

Wednesday, April 24, 2024

Senarai Singkat Tentang Hujan





[1] Hujan adalah rahmat Allah
Allah Ta’ala berfirman,

وَهُوَ الَّذِي يُنَزِّلُ الْغَيْثَ مِنْ بَعْدِ مَا قَنَطُوا وَيَنْشُرُ رَحْمَتَهُ وَهُوَ الْوَلِيُّ الْحَمِيدُ

“Dan Dialah Yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dialah Yang Maha Pelindung lagi Maha Terpuji.” (QS. Asy Syuura: 28).
Yang dimaksudkan dengan rahmat di sini adalah hujan sebagaimana dikatakan oleh Maqotil. (Lihat Zaadul Masiir, 5: 322)

[2] Jangan mencela hujan
Karena hujan adalah rahmat Allah, tentu kita dilarang mencela atau mencaci maki hujan, seperti perkataan sebagian orang,
"Yah, hujan."
"Hujan lagi hujan lagi."
dll pernyataan semisal.

[3] Perbanyak Berdoa karena saat hujan adalah waktu yang mustajab untuk berdoa
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

ثِنْتَانِ مَا تُرَدَّانِ الدُّعَاءُ عِنْدَ النِّدَاءِوَ تَحْتَ المَطَرِ

“Dua do’a yang tidak akan ditolak: do’a ketika adzan dan do’a ketika ketika turunnya hujan.”
(HR. Al Hakim dan Al Baihaqi. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan. Lihat Shohihul Jaami’ no. 3078).

[4] Dzikir Seputar Hujan
. Dzikir saat hujan turun

اللَّهُمَّ صَيِّبًا نَافِعًا

Allahumma shayyiban naafi’an
"Ya Allah turunkanlah hujan yang memberikan manfaat.”
(HR. Bukhari no. 1032)

. Dzikir setelah hujan

مُطِرْنا بفَضْلِ اللهِ ورَحْمَتِهِ

Muthirna bi fadhlillahi wa rohmatih.
"Kita diberi hujan karena karunia dan rahmat Allah".
(HR. Bukhari no. 846 dan Muslim no. 71)

. Dzikir ketika mendengar petir

سُبْحَانَ الَّذِيْ يُسَبِّحُ الرَّعْدُ بِحَمْدِهِ وَالْمَلَائِكَةُ مِنْ خِيْفَتِهِ

Subhanalladzi yusabbihur ro’du bi hamdihi wal mala-ikatu min khiifatih
"Mahasuci Allah yang petir dan para malaikat bertasbih dengan memuji-Nya karena rasa takut kepada-Nya"
(Al-Muwaththa’ 2/992. Al-Albani berkata: Hadits di atas mauquf yang shahih sanadnya. Sumber : Kitab Hisnul Muslim Said bin Ali Al Qathanis)

[5] Larangan menisbatkan hujan kepada bintang
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Zaid bin Khalid Al-Juhaniy radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memimpin shalat Subuh di Hudaibiyah setelah malam sebelumnya turun hujan. Ketika beliau menghadap jamaah sembari berkata, “Tahukah kalian, apa yang dikatakan oleh Rabb kalian?” Para sahabat pun menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Maka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Rabb kalian mengatakan,

أصْبَحَ مِن عِبادِي مُؤْمِنٌ بي وكافِرٌ، فأمَّا مَن قالَ: مُطِرْنا بفَضْلِ اللهِ ورَحْمَتِهِ فَذلكَ مُؤْمِنٌ بي كافِرٌ بالكَوْكَبِ، وأَمَّا مَن قالَ: مُطِرْنا بنَوْءِ كَذا وكَذا فَذلكَ كافِرٌ بي مُؤْمِنٌ بالكَوْكَبِ.

“Pada pagi hari, di antara hamba-Ku ada yang beriman kepada-Ku dan ada yang kafir. Siapa yang mengatakan ’Muthirna bi fadhlillahi wa rohmatih’ (Kita diberi hujan karena karunia dan rahmat Allah), maka dialah yang beriman kepadaku dan kufur terhadap bintang-bintang. Sedangkan yang mengatakan ‘Muthirna binnau kadza wa kadza’ (Kami diberi hujan karena sebab bintang ini dan ini), maka dialah yang kufur kepadaku dan beriman pada bintang-bintang.” (HR. Bukhari no. 846 dan Muslim no. 71, Sumber: https://muslim.or.id/79607-doa-ketika-turun-hujan.html)

Maka kita harus menisbatkan hujan dari Allah sebagaimana doa atau dzikir ketika turun hujan, agar tauhid kita tetap terjaga.


----
Catatan Chandra
Dari berbagai sumber
Saat hujan di PN29, Jakarta
29 Januari 2024
Selanjutnya...

Senarai Beberapa Permasalahan Fiqih Kesehatan Kontemporer Terkait Puasa





Kontemporer artinya kekinian. Fiqih kontemporer artinya permasalahan fiqih yang terjadi saat ini dan tidak ditemukan di masa lampau. Contohnya bagaimana hukumnya transfusi darah? Bagaimana hukumnya suntikan bagi orang yang berpuasa? Dll. Inilah sebagian ruang lingkup dari fikih kontemporer yang perlu diketahui oleh seorang muslim.


Terkait Suntikan
1. Suntikan yang membatalkan puasa adalah suntikan yang memberikan tenaga dan energi.
2. Hukum puasa terkait suntikan ada tiga rincian:
. Suntikan melalui kulit (intracutan) misalnya suntikan insulin: tidak membatalkan puasa.
. Suntikan melalui otot (intramuscular) misalnya suntik antihistamin dan beberapa jenis vaksinasi: tidak membatalkan puasa.

3. Suntikan melalui pembuluh darah (intravena) misalnya antinyeri, infus dan vitamin. Suntikan jenis ini ada rinciannya:
. Suntikan bukan makanan misalnya antinyeri dan antihistamin: tidak membatalkan puasa.
. suntikan yang mengandung makanan atau zat makanan misalnya suntikan glukosa atau infus: membatalkan puasa.

Terkait Inhaler/Nebulizer
4. Penggunaan inhaler/nebulizer tidak membatalkan puasa. Inilah pendapat Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin, dll, dan al Lajnah ad Daimah lil Buhuts wal Ifta.

Terkait Obat Hidung
5. Tetes hidung tidak membatalkan puasa.
6. Semprot hidung tidak membatalkan puasa.
7. Penggunaan selang nasogastrik yaitu selang dari hidung menuju lambung untuk memberikan makanan bisa membatalkan puasa.

Terkait Obat Tetes Mata
8. Obat tetes mata tidak membatalkan puasa.

Terkait Obat Telinga
9. Penggunaan obat tetes telinga dan obat bilas telinga tidak membatalkan puasa.

Terkait Hilangnya Kesadaran Selama Masa Anastesi
10. Jika hilangnya kesadaran pada seluruh waktu siang, maka puasanya tidak sah. Jika hilangnya kesadaran hanya pada sebagian waktu siang (hanya beberapa saat), dan masih mendapati waktu menjalani puasa, maka puasanya sah.

Tentang Obat Intravagina dan Prosedur VT
11. Penggunaan obat intravagina dan prosedur VT tidak membatalkan puasa dan tidak menyebabkan harus mandi wajib.

Tentang Darah
12. Melakukan donor darah tidak membatalkan puasa, tetapi lebih baik dilakukan pada malam hari.
13. Menerima transfusi darah membatalkan puasa.
14. Pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium tidak membatalkan puasa.

Tentang Mulut dan Gigi
15. Menggunakan obat kumur tidak membatalkan puasa.
16. Melakukan pemeriksaan dan pengobatan ke dokter gigi dengan berbagai prosedur pemeriksaan gigi tidak membatalkan puasa. Tetapi wajib menjaga agar tidak ada yang sengaja tertelan dari obat dan cairan ketika dilakukan prosedur pemeriksaan dan pengobatan gigi.
17. Hukumnya mubah (boleh) menggunakan pasta gigi ketika puasa dan tidak membatalkan puasa.


Permasalahan fikih memang banyak silang pandangan dari para ulama, apa yang dituliskan di sini adalah dari buku Fiqih Kesehatan Kontemporer terkait Puasa dan Ramadhan karya dr. Raehanul Bahraen. Permasalahan fikih menunjukkan luasnya ilmu dalam Islam dan begitu ilmiah argumentasi yang melatarbelakangi suatu hukum. Meski banyak silang pendapat, seorang muslim tetap harus mempelajari hukum-hukum yang terkait dengannya karena setiap langkah kita memerlukan kepastian hukum dalam Islam.


-----------
Diringkas dari buku Fiqih Kesehatan Kontemporer terkait Puasa dan Ramadhan.
Ringkasan dibuat oleh Chandra di Jakarta
13 Maret 2024
Selanjutnya...

Senarai Ketentuan Puasa Ramadhan bagi Musafir





1. Musafir artinya orang yang melakukan safar, yaitu perjalanan keluar daerah tempat tinggalnya.
 
2. Kriteria safar adalah safar yang disyariatkan padanya qashar shalat.

3. Batasan safar dikembalikan kepada adat kebiasaan kaum muslimin yang menganggap perjalanan itu sebagai safar atau bukan.

4. Seseorang yang melakukan safar di bulan Ramadhan mendapat rukshah (keringanan) untuk tidak berpuasa, tetapi wajib atasnya untuk menggantinya dengan melakukan qadha puasa di luar Ramadhan pada hari-hari yang ditinggalkan. Para ulama ijma' (sepakat) mengenai hal ini.
 
5. Jika seseorang melakukan safar dengan niat menghindar dari kewajiban puasa, maka hukumnya tidak boleh karena termasuk merekayasa untuk menghindar dari kewajiban.

6. Keringanan untuk qashar dalam shalat dan berbuka puasa tidak membedakan antara safar dengan kendaraan tradisional seperti unta dan keledai atau kendaraan mesin seperti mobil termasuk yang berkecepatan tinggi seperti pesawat terbang.

7. Hukum musafir yang berpuasa di hari-hari safarnya, lalu ketika di siang hari dalam rangkaian safarnya ia berkeinginan membatalkan puasa yang telah diniatkannya. Hukumnya boleh ia membatalkan puasanya berdasarkan pendapat jumhur (mayoritas) ulama.

8. Hukum seseorang yang di suatu hari berpuasa dalam keadaan bermaksud melakukan safar hari itu juga, apakah boleh baginya berbuka hari itu?
Hukumnya boleh. Inilah pendapat yang dipilih oleh Ibnul Qayyim, asy-Syaukani, al-Albani, Muqbil al-Wadi'i, dan al-Utsaimin.

Namun kapan ia bisa berbuka?
Pendapat yang terkuat, disyariatkan ia untuk berbuka di tempat tinggalnya jika ia telah bertekad bulat untuk melakukan safar dengan melakukan persiapan matang untuk safarnya. Hal ini selaras dengan maksud diberlakukannya keringanan berbuka bagi musafir untuk meringankan kondisinya dalam safar.

9. Beberapa keadaan musafir terkait dengan hukum berpuasa dan berbuka.
Para musafir memiliki beberapa keadaan yang masing-masingnya memiliki hukum tersendiri.

A. Keadaan pertama: Berpuasa atau berbuka sama saja bagi musafir itu.
Hal ini jika musafir memiliki fisik yang sehat dan kuat, atau mendapatkan kemudahan dalam safar sehingga tidak merasakan penatnya safar. Maka lebih utama baginya memilih mana yang lebih mudah baginya antara berpuasa atau berbuka ditinjau dari sisi sulit atau tidaknya melakukan qadha.
Jika lebih mudah untuk berpuasa dan sulit melakukan qadha, maka yang lebih utama baginya adalah berpuasa.
Jika melakukan qadha puasa di luar Ramadhan lebih mudah baginya, maka yang utama adalah melakukan qadha.

B. Keadaan kedua: Berbuka lebih ringan bagi musafir
Syaikh al Utsaimin menyatakan bahwa jika seorang musafir tetap memaksakan diri berpuasa dalam keadaan memberatkan diri, ia melakukan sesuatu yang makruh. Sebab, melakukan hal yang memberatkan diri padahal terdapat keringanan dari Allah menunjukkan adanya sikap berpaling dari keringanan yang Allah berikan.

C. Keadaan ketiga: Berpuasa sangat memberatkan musafir itu sehingga ia tidak mampu lagi untuk menanggungnya, atau bahkan memudharatkannya.
Berpuasa dalam keadaan seperti ini haram dan wajib untuk berbuka. Ini adalah pendapat Syaikh al-Utsaimin dan Syaikh al-Albani.

10. Hukum berpuasa bagi seorang musafir yang baru tiba di tempat tinggalnya.
Dari dua pandangan ulama yang terkuat adalah tidak diwajibkan atas mereka berpuasa pada sisa hari itu dan diwajibkan melakukan qadha puasa hari itu di luar Ramadhan.

-----------
Dikutip dari Fikih Puasa Lengkap karya Abu 'Abdillah Muhammad as-Sarbini al-Makassari, dengan perubahan susunan. Pengutipan hanya berupa item kesimpulan tanpa menyertakan dalilnya.
Dikutip oleh Chandra
Pagi dingin di Citayam, 16 Maret 2024

Selanjutnya...

Satu Kiat Mendulang Pahala di Akhir Ramadhan


 

 

Allah Yang Bersemayam Di Atas Arsy berfirman,

لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ
تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ
سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ

“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Rabbnya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al-Qadr: 3-5)

Kemudian, An-Nakha’i berkata,
“Amalan di Lailatul Qadar lebih baik dari amalan di 1000 bulan.” (Lihat Latha-if Al-Ma’arif, hlm. 341).

Salah satu cara mendulang pahala yang berlimpah adalah dengan beramal di waktu-waktu yang diberkahi. Di antara waktu-waktu tersebut adalah pada 10 akhir Ramadhan. Salah satu dari malam-malam tersebut ada Malam Kemuliaan atau Laylatul Qadr yang keutamaannya lebih baik dari 1000 bulan sebagaimana dijelaskan oleh An-Nakha'i rahimahullah.  

Oleh karena itu kita harus berupaya dan pasang strategi untuk banyak beramal kebaikan di 10 hari terakhir Ramadhan.

Misalnya dengan banyak bersedekah di 10 malam terakhir. Kita bisa membuat daftar di catatan kita, tempat-tempat atau lembaga yang akan kita beri sedekah. Tentunya yang kita yakini amanah dan terpercaya. Untuk kemudian setiap malamnya secara rutin kita bisa salurkan sedekah kita. Alhamdulillah adanya mobile banking saat ini bisa mempermudah urusan ini. Kita berharap semoga dari rutinitas sedekah di tiap malamnya akan mencocoki salah satunya dengan Malam Laylatul Qadr. Sehingga bisa mendulang banyak keuntungan berlipat dari sedekah tersebut dengan ijin Allah.

Seorang yang cerdas selayaknya mengatur strategi dan tidak melewatkan momen istimewa di 10 hari terakhir Ramadhan ini. Semoga Allah menolong kita untuk melewatkannya secara istimewa pula.


----
Ditulis oleh Chandra
Sore hari di saat hujan
Di Citayam, 30 Maret 2024

Selanjutnya...

Senarai Tujuh Motivasi tentang Sedekah





Dari Kitab Allah
[1]
 إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَىٰ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ ۚ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ ۖ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ وَالْقُرْآنِ ۚ وَمَنْ أَوْفَىٰ بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ ۚ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِ ۚ وَذَٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga yang Allah peruntukkan bagi mereka. Mereka berperang di jalan Allah sehingga mereka membunuh atau terbunuh. (Demikian ini adalah) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu. Demikian itulah kemenangan yang besar. (At Taubah: 111).

[2]
وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ

“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (Saba’: 39).

[3]
مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِئَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Al Baqarah: 261).


Dari Hadits Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam
[4]
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ

“Sedekah tidaklah mengurangi harta.”
(HR. Muslim no. 2558)

[5]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَتَصَدَّقُ أَحَدٌ بِتَمْرَةٍ مِنْ كَسْبٍ طَيِّبٍ إِلاَّ أَخَذَهَا اللَّهُ بِيَمِينِهِ فَيُرَبِّيهَا كَمَا يُرَبِّى أَحَدُكُمْ فَلُوَّهُ أَوْ قَلُوصَهُ حَتَّى تَكُونَ مِثْلَ الْجَبَلِ أَوْ أَعْظَمَ

“Tidaklah seseorang bersedekah dengan sebutir kurma dari hasil kerjanya yang halal melainkan Allah akan mengambil sedekah tersebut dengan tangan kanan-Nya lalu Dia membesarkannya sebagaimana ia membesarkan anak kuda atau anak unta betinanya hingga sampai semisal gunung atau lebih besar dari itu.” (HR. Muslim no. 1014).

[6]
Hadits 7 golongan manusia yang mendapat naungan Allah pada hari Kiamat.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu'ahnu, dia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ: اْلإِمَامُ الْعَادِلُ، وَشَابٌّ نَشَأَ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ، وَرَجُلاَنِ تَحَابَّا فِي اللهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ، وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ: إِنِّيْ أَخَافُ اللهَ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِيْنُهُ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ

“Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah dengan naungan ‘Arsy-Nya pada hari di mana tidak ada naungan kecuali hanya naungan-Nya semata,

1. Imam (pemimpin) yang adil.
2. Pemuda yang tumbuh besar dalam beribadah kepada Rabbnya.
3. Seseorang yang hatinya senantiasa terpaut pada masjid.
4. Dua orang yang saling mencintai karena Allah, di mana keduanya berkumpul dan berpisah karena Allah.
5. Dan seorang laki-laki yang diajak (berzina) oleh seorang wanita yang berkedudukan lagi cantik rupawan, lalu ia mengatakan, “Sungguh aku takut kepada Allah.”
6. Seseorang yang bersedekah lalu merahasiakannya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfaqkan oleh tangan kanannya.
7. Dan orang yang berdzikir kepada Allah di waktu sunyi, lalu berlinanglah air matanya.” (HR. Bukhari no. 660 dan Muslim no. 1031).
(HR. Bukhari dan Muslim).


[7]
Dari Mu’awiyah bin Haidah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 إِنَّ صَدَقَةَ السِّرِّ تُطْفِيءُ غَضَبَ الرَّبِّ

“Sesungguhnya sedekah yang tersembunyi, (dapat) meredam murka Rabb [Allah] tabaroka wa ta’ala.” (HR. ath-Thabrani dalam al-Kabir, lihat Shahih at-Targhib [1/532]).


----
Dikutip dari berbagai sumber
Oleh Chandra Abu Maryam
Pagi cerah di Citayam
31 Maret 2024

Selanjutnya...

Senarai Ketentuan Zakat Fitrah




[Istilah]
. Fithri berasal dari kata ifhtor artinya berbuka (tidak berpuasa). Zakat disandarkan pada kata fithri karena fithri  (tidak berpuasa lagi) adalah sebab dikeluarkannya zakat tersebut.
. Zakat fithri berarti zakat yang diwajibkan karena berkaitan dengan waktu ifthor (tidak berpuasa lagi) dari bulan Ramadhan.


[Hukumnya]
. Wajib ditunaikan oleh setiap individu muslim (laki-laki dan perempuan, orang merdeka dan budak, anak-anak dan dewasa) dan yang mampu mengeluarkan zakat fitrah.
. Ibnu Hazm rahimahullah mewajibkan juga bagi janin yang masih di dalam kandungan sebagaimana perbuatan Utsman bin 'Affan. Tetapi pendapat ini tidak tepat.


[Kapan Terkena Kewajibannya]
. Seseorang mulai terkena kewajiban membayar zakat fithri jika ia bertemu dengan terbenamnya matahari di malam hari raya Idul Fitri.
Sehingga bila seseorang meninggal satu menit sebelum terbenamnya matahari pada malam hari raya, maka dia tidak punya kewajiban dikeluarkan zakat fitrah. Namun, jika ia meninggal satu menit setelah terbenamnya matahari maka wajib baginya untuk mengeluarkan zakat fitrah.
Demikian pula apabila ada bayi yang lahir setelah terbenamnya matahari maka tidak wajib dikeluarkan zakat fitrah darinya, tetapi hanya anjuran saja sebagaimana perbuatan Utsman bin 'Affan yang mengeluarkan zakat fitrah untuk janin. Namun, jika bayi yang terlahir sebelum matahari terbenam, maka zakat fitrah wajib untuk dikeluarkan darinya.


[Bentuknya]
. Bentuk zakat fitrah adalah berupa makanan pokok.


[Ukurannya]
. Ulama sepakat bahwa kadar wajib zakat fitrah adalah satu sha' yang merupakan ukuran takaran pada masa Nabi shallallaahu'alaihi wa sallam. Di Indonesia sekitar 2,5 kg, sedangkan menurut Majmu' Fatawa Ibnu Baz sekitar 3 kg.
. Ulama Malikiyah, Syafi'iyah, dan Hanabilah berpendapat tidak boleh menyalurkan zakat fitrah dengan uang yang senilai dengan zakat. Ulama Hanafiyah membolehkan zakat fitrah diganti dengan uang. Yang tepat, tidak boleh zakat fitrah diganti dengan uang sebagaimana pendapat mayoritas ulama.


[Penerimanya]
. Mayoritas ulama berpandangan bahwa zakat fitrah dapat disalurkan kepada delapan golongan sebagaimana disebut dalam surat At Taubah ayat 60. Sedangkan ulama Malikiyah, Imam Ahmad dalam salah satu pendapatnya, dan Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa zakat fitrah khusus untuk fakir miskin saja.


[Waktunya]
. Waktu pengeluaran zakat fitrah yang afdhol mulai dari terbit fajar pada hari Idul Fitri hingga dekat pelaksanaan shalat 'ied. Waktu yang dibolehkan yaitu satu atau dua hari sebelum 'ied.
. Menunaikan zakat fitrah setelah shalat 'Ied tanpa udzur termasuk berdosa. Namun seluruh ulama sepakat kewajiban tersebut tidak gugur meski waktunya telah selesai.
. Menjadi perhatian bagi lembaga zakat fithrah untuk menyalurkan zakat ini sebelum shalat 'Ied. Amil zakat di sini adalah pengurus zakat dengan penunjukkan dari pemerintah bukan mengangkat dirinya sendiri seperti yang terjadi pada berbagai badan atau lembaga zakat saat ini.


[Tempat penyaluran]
. Zakat fitrah disalurkan di negeri tempat seseorang mendapatkan kewajiban zakat fitrah yaitu di saat ia mendapati waktu fithri (tidak berpuasa lagi).  
Misalnya, seseorang yang kesehariannya di Jakarta, kemudian ketika malam Idul Fithri dia berada di Yogyakarta, maka zakat fithri tersebut dikeluarkan di Yogyakarta karena di situlah tempat ia mendapati Idul Fithri.


-----
Ringkasan ini dikutip dari buku Panduan Zakat 2,5% karya Muhammad Abdul Tuasikal hafizhahullah yang diterbitkan oleh Penerbit Rumaysho.
Diringkas oleh Chandra
Pagi hari di Citayam
Ramadhan hari ke-23
03 Maret 2024
Selanjutnya...

Senarai Puasa-Puasa Sunnah




[1] Puasa Hari Arafah
. Disunnahkan bagi orang yang tidak sedang menunaikan ibadah haji untuk berpuasa di hari Arafah yaitu pada tanggal 9 Dzulhijjah yang bertepatan dengan wukuf jamaah haji di Padang Arafah.

. Puasa ini akan menghapuskan dosa-dosa kecil yang dilakukan setahun yang lalu dan setahun yang akan datang. Tidak bisa menghapuskan dosa besar. Dosa besar hanya bisa terhapus dengan taubat atau dengan rahmat Allah Jalla wa 'Ala.

. Dalilnya
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ

“Puasa Arafah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyura (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” [HR. Muslim no. 1162].


[2] Puasa 'Asyura dan Tasu'a
. Disunnahkan puasa 'Asyura dan Tasu'a.
. Puasa 'Asyura jatuh pada tanggal 10 Muharram. Puasa Tasu'a jatuh pada 9 Muharram.
. Puasa 'Asyura pernah menjadi puasa wajib sebelum diwajibkannya puasa Ramadhan. Dengan diwajibkannya puasa Ramadhan pada tahun kedua Hijriah, kewajiban puasa 'Asyura menjadi mansukh (dihapus hukumnya) dan menjadi puasa sunnah.
. Puasa 'Asyura akan menghapus dosa-dosa setahun yang lalu.
. Dalil puasa 'Asyura
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ

“Puasa Arafah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyura (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” [HR. Muslim no. 1162].

. Dalil puasa Tasua
Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhuma berkata bahwa ketika Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam melakukan puasa hari ’Asyura dan memerintahkan kaum muslimin untuk melakukannya, pada saat itu ada yang berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى.

“Wahai Rasulullah, hari ini adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nashrani.” Lantas beliau mengatakan,

فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ – إِنْ شَاءَ اللَّهُ – صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ

“Apabila tiba tahun depan –insya Allah (jika Allah menghendaki)- kita akan berpuasa pula pada hari kesembilan.” Ibnu Abbas mengatakan,

فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّىَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-.

“Belum sampai tahun depan, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam sudah keburu meninggal dunia.” [HR. Muslim no. 1134].


[3] Puasa Hari Senin dan Kamis
. Disunnahkan puasa hari Senin dan Kamis.
. Dalil
Dari ‘Aisyah, beliau mengatakan,

إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَتَحَرَّى صِيَامَ الاِثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menaruh pilihan berpuasa pada hari senin dan kamis.” [HR. An Nasai no. 2360 dan Ibnu Majah no. 1739. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Shahihul Jaami’ no. 4897].


[4] Puasa Enam Hari di Bulan Syawal
. Disunnahkan puasa enam hari di bulan Syawal.

. Dalilnya
Dari sahabat Abu Ayyub Al Anshoriy, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

“Barang siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.” [HR. Muslim].

. Keutamaan ini akan diperoleh dengan cara menjalankan puasa enam hari setelah melaksanakan puasa Ramadhan. Orang yang masih menanggung qadha puasa Ramadhan tidak bisa dikatakan telah melaksanakan puasa Ramadhan (sebulan penuh), tetapi baru melaksanakan sebagian puasa Ramadhan.

. Tidak disyariatkan melakukan qadha puasa enam hari Syawal jika luput karena uzur. Alasannya karena puasa ini adalah amalan sunnah (tidak wajib) yang telah lewat waktunya.


[5] Puasa Tiga Hari di Setiap Bulan
. Disunnahkan berpuasa tiga hari setiap bulan.
. Dalilnya
Dari Abu Dzar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda padanya,

يَا أَبَا ذَرٍّ إِذَا صُمْتَ مِنَ الشَّهْرِ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ فَصُمْ ثَلاَثَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ

“Wahai Abu Dzar. Jika engkau ingin berpuasa tiga hari setiap bulannya, maka berpuasalah pada tanggal 13, 14, dan 15 (dari bulan Hijriyah).” (HR. Tirmidzi no. 761 dan An Nasai no. 2425. Abu ‘Isa Tirmidzi mengatakan bahwa haditsnya hasan).

. Disunnahkan berpuasa tiga hari di setiap bulan tanpa menentukan hari-harinya.
. Dalilnya
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata,

أوْصَانِى خَلِيْلِى صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِثَلاثٍ: صِيَامِ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ، وَرَكْعَتَى الضُحَى، وَأَنْ أَوْترَ قَبْلَ أَنْ أَنَامَ

“Kekasihku, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewasiatkan kepadaku tiga perkara: puasa tiga hari setiap bulan, dua rakaat shalat dhuha, dan shalat witir sebelum tidur.” [HR. Bukhari Muslim].


[6] Puasa Dawud
. Puasa Dawud adalah puasa sunnah yang paling utama.
. Yaitu dengan berpuasa sehari dan berbuka sehari.
. Dalilnya
صُمْ يَوْمًا وَأَفْطِرْ يَوْمًا، وَذَلِكَ صِيَامُ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام، وَهُوَ أَعْدَلُ الصِّيَامِ

“Sehari puasa, sehari tidak puasa. Itulah puasa Daud ‘alaihis salam dan itu puasa paling baik.” [HR. Bukhari 3418, Muslim 1159].

. Syaikh al Utsaimin rahimahullah dalam asy-Syarh al Mumti' mensyaratkan: Puasa ini disunnahkan dengan syarat tidak melalaikan pelakunya dari hal-hal yang diwajibkan Allah; Barang siapa yang berpuasa Dawud kemudian bertepatan dengan hari raya 'Idul Fitri, 'Idul Adha, dan hari-hari Tasyriq, maka ia wajib meninggalkan puasa di hari-hari itu. Demikian pula bagi kaum wanita yang bertepatan dengan kondisi-kondisi yang terlarang untuk berpuasa seperti haid dan nifas, maka mereka wajib meninggalkan puasa pada saat itu.


-----------------------
Dikutip dengan meringkas dari Fikih Puasa Lengkap karya Abu 'Abdillah Muhammad as-Sarbini al-Makassari, Penerbit Oase Media.
Ringkasan dibuat oleh Chandra Abu Maryam
Citayam, Jum'at, 3 Syawal 1445 H
Selanjutnya...

Senarai Ketentuan Thaharah dan Shalat di Saat Sakit

 

 

 Shalat yang wajib tidak boleh ditinggalkan bagaimanapun sakitnya seseorang. Para ahli fiqh mengatakan, "Shalat tidaklah gugur kewajibannya selama akal itu masih ada." (Asy Syarh al Mumthi' 4/333).

Berkata Syaikh Shalih al Fauzan hafizhahullah,
"Seorang muslim tidak boleh meninggalkan shalat dengan alasan tidak mampu mengerjakan syarat shalat, rukunnya, dan kewajiban secara sempurna. Bahkan yang benar adalah mengerjakan shalat bagaimanapun keadaannya. (Al Mulakhash al Fiqhi, 1/183).

Wajib bagi seorang muslim untuk mengetahui cara bersuci dan shalat dalam keadaan sakit, karena suatu saat akan mengalami sakit. Wajib bagi para tenaga kesehatan, baik dokter atau perawat atau yang lain untuk memahami hal ini sehingga bisa memberi bimbingan kepada para pasiennya untuk tetap menjaga dan melaksanakan shalat wajib, bagaimanapun kondisi sakitnya.

Bila yang menderita sakit saja diperintah oleh Islam untuk tetap menjaga shalat wajib, maka tidak ada alasan lagi bagi yang sehat dan dengan stamina prima untuk meninggalkan shalat wajib.

Inilah ketentuan ibadah yaitu thaharah (bersuci) dan shalat bagi yang menderita sakit.


[Ketentuan thaharah]
➤ Wajib bagi orang yang sedang sakit bersuci dengan air, berwudhu dari hadats kecil dan mandi dari hadats besar.

Apabila tidak mampu bersuci dengan air karena lemah atau khawatir sakitnya bertambah parah atau memperlambat kesembuhannya, maka hendaklah bertayamum.

Cara bertayamum adalah memukulkan kedua telapak tangan di tanah yang suci (tembok atau apa saja yang berdebu walaupun sedikit) satu kali kemudian usapkanlah ke seluruh wajah satu kali dan kedua tangan sampai pergelangan tangan satu kali, dengan mengusapkan satu sama lain.

Apabila orang yang sakit tidak mampu bersuci sendiri, maka hendaklah orang lain mewudhukan dan menayamumkannya.

Apabila sebagian anggota wudhu terdapat luka, maka usahakan tetap mencucinya dengan air ketika wudhu. Apabila mencuci dengan air mempengaruhi luka, cukup diusap saja. Caranya basahilah tangan kemudian usaplah anggota wudhu yang luka cukup dengan melewatinya saja. Apabila diusap dengan air masih dapat memengaruhi luka maka hendaklah tayamum.

Apabila ada anggota wudhu yang dibalut dengan perban atau semisalnya, maka ketika wudhu perban itu cukup diusap dengan air.

Boleh bertayamum dengan dinding atau apa saja yang suci yang ada debunya.

Apabila bertayamum untuk shalat dan tidak batal sampai datang waktu shalat berikutnya, cukup shalat dengan tayamum yang pertama dan tidak perlu mengulang tayamum lagi, karena dia masih suci dan belum batal. Apabila bertayamum karena jinabah, maka tidak usah mengulang tayamum kecuali apabila batal dengan jinabah yang lain. Dan ia tetap bertayamum ketika batal dengan hadats kecil.

Wajib bagi orang yang sakit membersihkan badannya dari najis sebelum shalat. Apabila tidak mampu maka shalatlah apa adanya, shalatnya sah dan tidak perlu diulang.

Wajib bagi orang yang sakit, shalat dengan pakaian yang suci bebas dari najis. Apabila pakaiannya terkena najis maka cucilah segera atau ganti dengan yang suci. Apabila tidak mungkin maka shalatlah apa adanya, shalatnya sah dan tidak perlu diulang.

Wajib bagi orang yang sakit, shalat di atas sesuatu yang suci. Apabila tempatnya terkena najis maka wajib segera dicuci atau diganti dengan yang suci. Apabila tidak mungkin juga maka shalatlah apa adanya, shalatnya sah dan tidak perlu diulang.

Tidak boleh orang yang sakit mengakhirkan shalat dari waktunya karena alasan lemah dari bersuci, bahkan hendaklah dia bersuci sesuai dengan kemampuan dan shalat pada waktunya, sekalipun pada badan, pakaian, dan tempatnya terdapat najis yang dia tidak kuasa untuk menghilangkan najis tersebut.

فَاتَّقُوا اللّٰهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
"Bertakwalah kamu kepada Allah sekuat kemampuanmu." (At Taghabun: 16).

Apabila seseorang ditimpa penyakit sering keluar air kencing terus-menerus maka ia tidak perlu berwudhu setiap kali waktu shalat, selagi belum batal. Hendaklah ia mencuci kemaluannya kemudian mengikat dengan sesuatu yang suci agar najis air kencing tidak mengenai pakaian dan badannya.



[Ketentuan shalat]
Wajib bagi orang yang sakit untuk shalat dengan berdiri, sekalipun hanya bisa membungkuk atau bersandar ke dinding, tongkat atau apa saja yang ia butuhkan untuk bersandar.

Apabila tidak mampu untuk berdiri maka shalatlah dengan duduk. Yang paling utama duduknya adalah dengan bersila ketika posisi berdiri dan rukuk.

Apabila tidak mampu shalat dengan duduk, shalatlah dengan berbaring miring ke arah kiblat, dan berbaring miring ke sisi kanan itu lebih utama. Apabila tidak mampu menghadap kiblat maka shalatlah ke arah mana saja semampunya, shalatnya sah dan tidak perlu diulang.

Apabila tidak mampu shalat dengan posisi berbaring miring, maka shalatlah dengan terlentang dan kedua kaki menghadap ke arah kiblat. Dan lebih utama kepalanya diangkat sedikit untuk menghadap ke arah kiblat. Apabila kakinya tidak mampu ke arah kiblat, maka shalatlah ke arah mana saja semampunya dan shalatnya tidak perlu diulang.

Wajib orang yang sakit untuk rukuk dan sujud ketika shalat.
Apabila tidak mampu maka cukup berisyarat (menunduk) dengan kepalanya. Jadikanlah (menunduk) untuk sujud itu lebih rendah daripada rukuk.
Apabila hanya mampu rukuk tetapi tidak bisa sujud, maka lakukanlah rukuk seperti biasa dan ketika sujud cukup dengan isyarat (menunduk).
Apabila mampu sujud tetapi tidak bisa rukuk, maka cukup isyarat (menunduk) ketika rukuk dan sujudnya dikerjakan seperti biasa.

Apabila tidak bisa berisyarat dengan kepala ketika rukuk dan sujud, maka hendaklah berisyarat dengan kedua mata. Pejamkan mata sedikit untuk rukuk dan pejamkan mata agak lama untuk sujud. Adapun isyarat dengan telunjuk sebagaimana yang sering dikerjakan oleh orang yang sakit maka hal itu tidaklah benar karena tidak ada asalnya dalam Kitab dan Sunnah serta pendapat ahli ilmu.

Apabila tidak bisa isyarat dengan kepala dan mata, maka shalatlah dengan hatinya. Hendaklah bertakbir, membaca, meniatkan rukuk, sujud, berdiri dan rukuk dengan hatinya. Setiap orang sesuai dengan apa yang ia niatkan. Para ahli fiqh mengatakan, "Shalat tidaklah gugur kewajibannya selama akal itu masih ada." (Asy Syarh al Mumthi' 4/333).

Wajib bagi orang yang sakit shalat tepat pada waktunya. Hendaklah ia mengerjakan yang wajib pada setiap waktu. Apabila keberatan mengerjakan setiap shalat pada waktunya maka boleh baginya menjama' antara dhuhur dengan ashar dan maghrib dengan isya'. Hal itu bisa dikerjakan dengan jama' taqdim atau dengan jama' takhir. Mana yang menurutnya lebih mudah bagi dirinya. Adapun shalat subuh maka tidak boleh dijama' dengan shalat sebelumnya ataupun sesudahnya.

Apabila orang yang sakit pergi jauh untuk berobat (safar), maka hendaklah ia meringkas shalat yang empat rakaat. Dhuhur, ashar, dan isya' cukup dikerjakan dua raka'at, dua raka'at, hingga pulang kembali ke kampungnya baik safarnya dalam waktu yang lama ataupun sebentar.


---------
Dikutip dari buku Bila Sakit Menyapa karya Abu Abdillah Syahrul Fatwa bin Lukman
Ringkasan dibuat oleh Chandra Abu Maryam
Di Perpustakaan BKPK, Kemenkes, Jakarta
Di tanggal cantik 24-04-2024

Selanjutnya...